Kotapinang
sebagai kota satelit. Agaknya julukan itu tepat disebut untuk ibukota Kabupaten Labuhanbatu Selatan itu. Hal
ini mengingat letaknya yang dilalui jalan negara yang menghubungkan propinsi Sumatera Utara, propinsi Riau dan propinsi Sumatera
Barat.
Pengertian kota satelit disini lebih tertuju sebagai kota penghubung. Bukan seperti pengertian dasar layaknya sebutan kota satelit. Kotapinang secara langsung akan sering
dilalui orang. Sebab Kotapinang
menjadi jalur utama lintas timur Propinsi Sumatera Utara. Bahkan untuk Propinsi
Sumatera Utara, Kotapinang adalah ibukota kabupaten paling timur yang menjadi
pintu gerbang dari arah Pekanbaru
Propinsi Riau.
Sebagaian besar
bus penumpang dan truk antar kota dan antar propinsi, khususnya dari Medan
menuju Sumbar selama ini lebih memilih jalur via Kotapinang ketimbang lewat
lintas barat via Sibolga. Mungkin saja karena rutenya relatif lebih aman, tak
banyak tanjakan dan jalanan berkelok melalui bukit barisan. Juga karena ruas
jalannya lebih lebar dan lebih terawat.
Mengingat
kondisi itu, sudah sepantasnya Kotapinang
mempersiapkan diri sebagai kota satelit. Meski hingga saat ini hal itu masih
jauh dari harapan. Insfrastruktur kota belum mendukung. Arus lalu lintas masih
bertumpu dengan satu ruas jalan yang melalui inti kota. Sehingga tak jarang arus
kenderaan baik dari Medan-Pekan Baru terhambat oleh kemacetan di tengah kota.
Memang
perencanaan kearah itu telah ada, namun seolah tertinggal dengan kebutuhan
masyarakat. Sebagai ibukota kabupaten
Labuhanbatu Selatan yang dimekarkan sejak tahun 2009, Kotapinang terus berpacu dalam mengejar
ketertinggalan dari daerah lain, terutama pengembangan kota.
Kondisi Kotapinang sekarang ini tak obahnya
sebuah areal baru. Namun pengembangan yang kentara masih tertuju pada bangunan
ruko di sepanjang jalan protokol. Hari demi hari, tiada henti pendirian
bangunan gedung bertingkat, yang umumnya dilakukan pihak swasta.
Bahkan beberapa
areal yang dulunya lahan tidur tak terjamah karena berupa rawa, kini disulap
menjadi bangunan ruko. Seperti halnya di sepanjang jalan di seputaran Titi
kembar, yang dulunya rawa dan menjadi tempat pembuangan sampah, kini telah
ditimbun dan berubah drastis, diatasnya telah berdiri ruko dan SPBU yang
refresentatif.
Namun hingga
kini hanya sebagian kecil yang dijadikan sebagai tempat usaha. Selebihnya
disewakan menjadi perkantoran pemerintah dan gudang penyimpan barang pedagang
di ruko yang sudah ada di tengah kota. Bahkan sejumlah ruko baru diduga menjadi sarang walet, terutama bagian lantai
atasnya.
Disisi lain dari
segi fasilitas infrastruktur untuk kepentingan publik masih jauh dari harapan.
Diantaranya masalah terminal bus angkutan umum. Jangankan terminal yang modern
dan lengkap, terminal untuk angkutan dalam kota dan angkutan pedesaan saja
belum tersedia.
Akibatnya hampir
semua bus yang menanti penumpang memakai badan jalan di tengah kota sebagai
terminalnya. Begitu juga bus antar kota dan antar propinsi masih harus turut
antri memasuki pusat kota yang lumayan padat pada siang hari. Dengan kata lain,
aspek pengembangan infrastruktur jalan, khususnya pembukaan jalan baru
alternatif dan pelebaran jalan di pusat kota hendaknya menjadi prioritas yang
sangat mendesak, baik pemerintah pusat maupun Pemkab Labuhanbatu Selatan jika
mengingat posisi Kotapinang sebagai
kota satelit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar