Rantauprapat


Memori sado di Rantauprapat


Rantauprapat, adalah kota kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki memori angkutan umum sado. Sedikit bernostalgia, mungkin banyak generasi sekarang di Kota Rantauprapat yang tidak mengetahui kalau dahulu di kota itu pernah populer delman. Dan lazim disebut sado.
   

Sado yang sering berlalu-lalang di jalanan Kota Rantauprapat adalah sebuah gerobak yang ditarik kuda. Gerobaknya dirancang untuk mengangkut penumpang dengan tempat duduk berhadapan kapasitas sekitar 4 orang. Pada bagian depan terdapat bangku tempat duduk kusir atau sais.

Keberadaan sado di Rantauprapat, ibukota Kabupaten Labuhanbatu, Propinsi Sumatera Utara itu telah ada sejak jaman penjajahan. Hingga masa kemerdekaan juga sado masih breoperasi, meski semakin berkurang.  Seperti sekitar tahun 70-an yang sempat penulis alami, keberadaan sado tidak terlalu banyak, paling ada sekitar 10 unit. Namun manfaatnya sangat berarti bagi masyarakat. Maklum pada masa itu, modernisasi dalam hal angkutan belum ada. Angkutan umum seperti bus masih terbatas hanya untuk angkutan antar kota, seperti dari Rantauprapat – Medan. 
Masyarakat umumnya juga lebih banyak menggunakan sepeda, masih sedikit yang memiliki sepeda motor, apalagi mobil.  Pada masa itu, jika ada keluarga yang memiliki sepeda motor dan apalagi mobil sudah dianggap orang kaya.
Sedangkan angkutan dalam kota yang menggunakan mesin boleh dikatakan belum ada. Paling sebatas beca sepeda.  Lalu pertengahan tahun 70-an muncul beca bermotor sejenis gubel seperti yang terdapat di Kota Medan. Dan terakhir juga tergusur oleh beca bermesin yang lebih canggih seperti yang ada sekarang ini.
Pada masa silam keberadaan sado menjadi alternatif. Selain akibat faktor modernisasi dan teknologi, kondisi daerah juga mempengaruhi penggunaan sado. Terutama mengingat beberapa ruas jalan yang ada terdiri dari pendakian, sado menjadi pilihan utama.
Berdasarkan pengalaman, sado lebih banyak beroperasi dari stasiun kereta api menuju kota Rantauprapat. Karena dari kota menuju stasiun terdapat dua pendakian yang sangat curam pada masa itu yakni Jalan WR Supratman, yakni pendakian yang berada di depan kantor Polres Labuhanbatu dan pendakian di depan panti asuhan putri dan PDAM Tirta Bina Rantauprapat. Sehingga rute inilah yang sering dilalui sado.
Mengenang perjalanan menaiki sado, memang sebuah memori yang mengasyikkan sekaligus menggelikan. Gerak langkah kuda menarik gerobak membuat gerobak berayun-ayun, sangat mengasyikkan. Namun adakalanya menggelikan, pabila sewaktu berlari terkadang hewan tersebut membuang kotoran yang ditampung dengan sebuah goni di belakangnya. Akibatnya perjalananpun sedikit menggelikan, selain ayunan goyangan gerobak juga sekaligus mencium aroma tak sedap dari depan. Kalau sudah terjadi begitu, biasanya penumpang cuma senyum-senyum, namun tak mengurangi keasyikan mengendarai sado.
Begitulah, sado menjadi bagian sejarah angkutan umum di Kota Rantauprapat. Dahulu suara detak sepatu kuda masih sering terdengar  di tengah kota itu. Namun kini semua itu hanya tinggal memori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar